Sunday 20 November 2016

Metode Talaqqi dalam Pembelajaran Al-Quran



Bila kita membuka sedikit halaman dari kitab-kitab para ulama terkait dengan Al-Quran maka akan kita temukan didalamnya banyak hadits terkait dengan fadhilah (keutamaan-keutamaan) tentang berinteraksi bersama Al-Quran, salah satu bentuk interaksinya adalah membaca Al-Quran.

Jika kita mendengar kata “Membaca” maka yang kita pahami adalah sebuah proses “Melihat” suatu bacaan dari sebuah objek, maka makna Membaca Al-Quran yang kita pahami kini adalah proses membaca Al-Quran melalui mushaf atau sejenisnya yang menampilkan tulisan-tulisan Al-Quran.

Namun ketahuilah sesungguhnya bahwa proses “Membaca” yang Rasulullah sebutkan dalam banyak riwayat hadits adalah proses membaca Al-Quran yang berasal dari ingatan atau hafalan (Hifzh fish shuduur) bukan bacaan yang berasal dari tulisan (fish shutuur), karena begitulah awal mula Al-Quran diturunkan juga berasal dari ingatan, sebagaimana proses turunnya wahyu Al-Quran dari Allah subhaanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam melalui perantaraan Malaikat Jibril ‘alaihi salam dengan sebuah proses yang disebut dengan metode Talaqqi.

Metode Talaqqi yang luar biasa yang dapat menjadi contoh bagi kita semua dalam menuntut ilmu Al-Quran yaitu metode Talaqqinya nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Malaikat Jibril, ayat demi ayat dibacakan dengan tartil kemudian Rasul mengikutinya sebagaimana bacaan yang disampaikan oleh malaikat jibril, bahkan metode ini Allah ceritakan didalam Al-Quran ketika Allah subhaanahu wata'ala sedikit memperingatkan Nabi Muhammad untuk tidak terlalu cepat mengikuti bacaannya Malaikat Jibril ketika Al-Quran dibacakan kepadanya karena dengan harapan lebih cepat menguasai dan menghafalnya, padahal terekamnya bacaan Al-Quran yang disampaikan oleh Malaikat Jibril ke dalam dada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam itu adalah semata-mata tanggungan Allah Subhaanahu wata’ala. Sebagaimana bisa kita simak didalam Al-Quran surat Al-Qiyamah ayat 16 – 18 berikut:



Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya, Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu

Dan begitu pula proses penyebaran Al-Quran terjadi di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat juga dengan proses talaqqi, rasul menyampaikan sebuah ayat kemudian dibacakan kepada para sahabat, para sahabat memperhatikan dengan seksama bagaimana cara membacanya sebagaimana yang Rasulullah bacakan, kemudian dihafal dan diulang-ulang, lalu para sahabat menyebarkannya kepada para sahabat yang lain yang belum mendengarkan juga dengan bacaan yang berasal dari hafalan bukan dari tulisan, sementara bentuk tulisan hanya sekedar media pembantu saja didalam proses pembukuan Al-Quran, misalnya di pelepah kurma, di batu-batu, didalam lembaran2 (suhuf) dan lainnya.
Dan begitu juga halnya pada hari ini dalam proses pembelajaran Al-Quran, maka metode yang paling tepat dan baik adalah dengan menggunakan metode talaqqi, yaitu kita belajar bacaan Al-Quran dengan dicontohkan oleh seorang Guru Al-Quran kemudian kita mengikutinya dan kita membacakan Al-Quran didepannya untuk kemudian diawasi dan dikoreksi terkait dengan kesalahan-kesalahan yang ada ketika kita membacanya. Kita juga belajar bagaimana membaca huruf-huruf Al-Quran yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, bagaimana makhraj, sifat huruf dan lain-lainnya.

Misalkan saja kata “Dzhaalimuun” (orang-orang zhalim) didalam Al-Quran, bagaimana kita mengetahui bacaan huruf “Dzha” yang benar dan sesuai kaidah ? apakah kita hanya akan mengandalkan transliterasi huruf yang ada seperti tulisan “Dzha” ? pasti tidak akan bisa, karena huruf-huruf hijaiyah memiliki ke-khas-an didalam pengucapannya yang tidak bisa sekedar disamakan dengan huruf latin ketika ditransliterasi, bagaimana huruf itu keluar, yang benar suaranya seperti apa, posisi mulut dan lidahnya seperti apa itu akan didapatkan “hanya” dengan proses talaqqi.
Begitu juga yang lain misalnya untuk kata “Syaithaan” didalam Al-Quran, bagaimana cara kita membaca huruf “Syin” yang sesuai dengan kaidah yang ada, bagaimana membedakan huruf “syin” dengan huruf “sin” dan “shad” ? suaranya yang benar seperti apa, posisi lidah dan mulut seperti apa, dan bagaimana perubahan yang terjadi ketika fathah, kasrah dan tanwin ? dan bagaimana untuk huruf “tha”nya, suaranya yang benar seperti apa ? dan bagaimana posisi lidah ketika mengeluarkan huruf tersebut dan bagaimana kita membedakannya dengan huruf “ta” ? sekali lagi itu semua “hanya” akan kita dapatkan melalui metode proses pembelajaran Al-Quran yang disebut Talaqqi.

Maka kita wajib mengikuti metode pembelajaran tersebut karena Rasulullah pun menjalankannya, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan generasi setelahnya pun menjalankannya juga, mereka mendapatkan kejayaan dalam memahami ilmu Al-Quran melalui metode Talaqqi, maka kita pun wajib pula untuk menempuh jalur tersebut jika ingin mendapatkan kejayaan dalam memahami ilmu-ilmu Al-Quran. 
 
Maka benarlah perkataan Imam Asy-Syafi’I rahimahullah dalam nasihat yang ia berikan terkait dengan hal-hal yang seharusnya ada didadalam proses menuntut ilmu:

أخي لن تنال العلم إلا بستة
سأنبئك عن تفصيلها ببيان 
 ذكاء، و حرص، و اجتهاد، و بلغة
و صحبة أستاذ و طول زمان

Saudaraku, engkau tidak akan mendapat ilmu, melainkan dengan enam perkara.
Akan kukabarkan kepadamu rinciannya dengan jelas
Kecerdasan, kemauan keras, bersungguh-sungguh, bekal yang cukup,
bimbingan ustadz, dan waktu yang lama. (Diwaan Imam Asy-Syafi’I hal.378)
 Proses “Shuhbatu ustaadz” (bimbingan ustadz) menjadi sebuah harga mati yang harus ada jika kita mau belajar memahami agama ini dengan benar, karena agama ini tidak akan mungkin dipahami secara kaaffah kecuali dengan bantuan dan bimbingan seorang guru/ustaadz.
Diakhir tulisan yang singkat ini saya jadi teringat perkataan yang indah dari seorang ulama besar, yaitu Imam Ahmad ibn Hambal, beliau berkata “Al-‘Ilmu yu'taa wa laa ya'tii” (Ilmu itu didatangi bukan mendatangi). Semoga Allah swt memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menuntut ilmu agama ini dan diringankan langkah kaki kita dalam mencari tempat atau seorang guru yang bisa membimbing kita dalam memahami agama ini secara baik dan benar.
Semoga hadits berikut menjadi penutup yang indah dan menjadi motivasi bagi kita untuk terus berusaha dalam mendalami ilmu agama Islam ini.

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

1 comment:

  1. Betting on online casino? Easy guide for everyone to get started
    Online casinos offer many different gambling options and there are a lot 온라인 카지노 불법 쇼미더벳 of different ones out there. The game is played by 2 people on the computer.

    ReplyDelete